Setiap
pemikir mempunyai definisi berbeda tentang
makna filsafat karena pengertiannya
yang begitu luas dan abstrak. Tetapi
secara sederhana filsafat dapat
dimaknai bersama sebagai suatu sistim nilai-nilai (systems of values) yang luhur yang dapat menjadi
pegangan atau anutan setiap individu, atau keluarga, atau kelompok komunitas dan/atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara tertentu.
Pendidikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, sistimatis, untuk mentransmisikan
kebudayaan dalam arti luas (ilmu
pengetahuan, sikap, moral dan nilai-nilai
hidup dan kehidupan, ketrampilan, dll.) dari suatu generasi ke generasi lain. Adapun visi, misi dan tujuannya yang ingin dicapai semuanya berlandaskan suatu filsafat tertentu. Bagi kita sebagai bangsa
dalam suatu negara bangsa (nation state) yang merdeka,
pendidikan kita niscaya dilandasi oleh filsafat hidup yang kita sepakati dan anut bersama.
Dalam sejarah panjang kita sejak pembentukan kita
sebagai bangsa (nation formation) sampai kepada terbentuknya negara bangsa (state formation dan nation
state) yang merdeka, pada
setiap kurun zaman, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari filsafat yang
menjadi fondasi utama dari setiap
bentuk pendidikan karena menyangkut
sistem nilai-nilai (systems of
values) yang memberi warna dan menjadi "semangat zaman" (zeitgeist)
yang dianut oleh setiap
individu, keluarga, anggota-anggota komunitas atau masyarakat tertentu, atau
pada gilirannya bangsa dan negara nasional.
Landasan filsafat ini hanya dapat dirunut melalui kajian sejarah, khususnya Sejarah Pendidikan
Indonesia.
Sebagai komparasi, di negara-negara Eropa (dan
Amerika) pada abad ke-19 dan ke-20 perhatian kepada Sejarah Pendidikan telah muncul dari dan
digunakan untuk maksud-maksud lebih lanjut yang bermacam-macam, a.l. untuk membangkitkan kesadaran berbangsa,
kesadaran
akan
kesatuan kebudayaan, pengembangan profesional guru-guru, atau untuk kebanggaan terhadap lembaga-lembaga
dan tipe-tipe pendidikan tertentu. (Silver, 1985: 2266).
Substansi
dan tekanan dalam Sejarah Pendidikan itu bermacam-macam tergantung kepada maksud dari kajian itu: mulai dari
tradisi pemikiran dan para pemikir besar dalam pendidikan, tradisi nasional, sistim pendidikan beserta komponen-komponennya,
sampai kepada pendidikan dalam hubungannya dengan sejumlah elemen problematis dalam perubahan sosial atau kestabilan, termasuk keagamaan, ilmu pengetahuan (sains), ekonomi, dan gerakan-gerakan sosial. Sehubungan dengan MI semua Sejarah Pendidikan erat kaitannya dengan sejarah
intelektual dan sejarah sosial. (Silver, 1985: Talbot, 1972: 193-210)
Esensi
dari pendidikan itu sendiri sebenarnya ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan
(ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta (estetika) dari generasi yang lebih tua kepada
generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat
atau bangsa. Oleh sebab itu sejarah dari pendidikan mempunyai sejarah yang sama tuanya dengan masyarakat pelakunya
sendiri, sejak dari pendidikan informal
dalam keluarga batih, sampai kepada pendidikan formal dan non-formal dalam masyarakat agraris maupun industri.
Selama
ini Sejarah Pendidikan masih menggunakan pendekatan lama atau "tradisional" yang umumnya diakronis yang
kajiannya berpusat pada sejarah dari ide-ide dan pemikir-pemikir besar dalam pendidikan, atau sejarah dan sistem
pendidikan dan lembaga-lembaga, atau
sejarah perundang-undangan dan kebijakan umum dalam bidang pendidikan. (Silver,
1985: 2266) Pendekatan yang umumnya diakronis ini dianggap statis, sempit serta
terlalu melihat ke dalam. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan dalam pendidikan beserta segala
macam masalah yang timbul atau ditimbulkannya, penanganan serta pendekatan baru
dalam Sejarah Pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh para sejarawan
pendidikan kemudian. (Talbot, 1972:
206-207)
Para sejarawan, khususnya sejarawan pendidikan melihat hubungan timbal balik antara pendidikan dan masyarakat; antara
penyelenggara pendidikan dengan pemerintah
sebagai representasi bangsa dan negara yang merumuskan kebijakan (policy) umum bagi pendidikan nasional. Produk dari pendidikan menimbulkan mobilitas sosial (vertikal maupun horizontal);
masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan
yang dampak-dampaknya (positif
ataupun negatif) dirasakan terutama oleh masyarakat pemakai, misalnya, timbulnya golongan menengah yang menganggur karena jenis pendidikan tidak sesuai
dengan pasar kerja; atau kesenjangan
dalam pemerataan dan mutu pendidikan; pendidikan lanjutan yang hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang kaya dengan
pendidikan terminal dari anak-anak
yang orang tuanya tidak mampu; komersialisasi pendidikan dalam bentuk yayasan-yayasan dan sebagainya. Semuanya menuntut
peningkatan metodologis penelitian dan
penulisan sejarah yang lebih baik danipada sebelumnya untuk menangani semua masalah kependidikan ini.
Sehubungan
dengan di atas pendekatan Sejarah Pendidikan baru tidak cukup dengan cara-cara
diakronis saja. Perlu ada pendekatan metodologis yang baru yaitu a.l, interdisiplin.
Dalam pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis sejarah
dengan sinkronis ilmu-ihmu sosial. Sekarang ini ilmu-ilmu sosial tertentu seperti
antropologi, sosiologi, dan politik telah memasuki
"perbatasan" (sejarah) pendidikan
dengan "ilmu-ilmu terapan" yang disebut antropologi
pendidikan, sosiologi pendidikan, dan
politik pendidikan. Dalam pendekatan ini dimanfaatkan secara optimal dan
maksimal hubungan dialogis "simbiose mutualistis" antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial.
Sejarah Pendidikan Indonesia dalam arti nasional
termasuk relatif baru. Pada zaman pemerintahan kolonial telah juga menjadi perhatian
yang diajarkan secara diakronis sejak dari sistem-sistem pendidikan zaman
Hindu, Islam, Portugis, VOC, pemerintahan Hindia-Belanda abad ke-19. Kemudian
dilanjutkan dengan pendidikan zaman Jepang dan setelah Indonesia merdeka model
diakronis ini masih terus dilanjutkan sampai sekarang.
Perkuliahan dilakukan dengan pendekatan
interdisiplm (diakronik dan/atau sinkronik). Untuk Sejarah Pendidikan Indonesia
mutakhir, substansinya seluruh spektrum pendidikan yang secara temporal pernah berlaku
dan masih berlaku di Indonesia; hubungan antara kebijakan pendidikan dengan
politik nasional pemerintah, termasuk kebijakan penyusunan dan perubahan kurikulum
dengan segala aspeknya yang menyertainya; lembaga-lembaga pendidikan (pemerintah
maupun swasta); pendidikan formal dan non-formal; pendidikan umum, khusus dan agama.
Singkatnya segala macam makalah yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia dahulu dan sekarang dan melihat
prosepeknya ke masa depan. Sejarah sebagai kajian reflektif dapat dimanfaatkan
untuk melihat prosepek ke depan meskipun tidak punya pretensi meramal. Dalam setiap bahasan dicoba dilihat filosofi yang
melatarinya.
Sumber-sumber
yang digunakan: sumber pertama (primary sources) berupa dokumen-dokumen
yang menyangkut kebijakan pendidikan;
sumber kedua (secondary
sources) benipa artikel, monograf, atau buku-buku tentang perkembangan
dan makalah pendidikan. Sebagai bahan komparasi sumber-sumber mengenai Sejarah
Pendidikan di negara-negara lain yang dapat diperoleh melalui internet dll.
Cara penyajian kuliah sebagian besar melalui
diskusi-diskusi, terutama membahas dokumen-dokumen dari sumber-sumber pertama; membuat
Chapter dan/atau Book Report; menyusun makalah individual dan/atau kelompok
yang didiskusikan.